Congyang, Merayakan Akulturasi Keroncong-Wayang
Keroncong dan wayang mencerminkan proses akulturasi atau perbauran budaya. Meski asal-usulnya terkait dengan pengaruh budaya dari mancanegara, yakni keroncong asal Portugis dan wayang banyak mementaskan epos dari India, kedua seni itu telah mengalami proses "pribumisasi" selama ratusan tahun di Nusantara. Hasilnya, adonan ekspresi yang khas Indonesia.
Keroncong adalah musik khas yang diadaptasikan dari musik Portugis, “fado”, lantas dikembangkan dengan beberapa intsrumen tambahan dari Nusantara. Dalam bentuk terkini, keroncong biasa dimainkan dengan mengandalkan ukulele, gitar, biola, flute, selo, kontrabas, kadang juga diimbuhi gamelan. Lagu yang dibawakan bervariasi, mulai dari Jawa, Indonesia, sampai Inggris.
Wayang merupakan pertunjukan boneka dari kulit atau kayu dengan karakter cerita tertentu. Tercatat sejak Jawa kuna, wayang berkembang dengan memanggungkan lakon yang menyerap epos dari India, yaitu Mahabarata dan Ramayana. Wayang dipentaskan dengan melibatkan dalang (narator), wiyaga (pemain musik) yang memainkan gamelan (instrumen music Jawa), dan sinden (penyanyi).
Berbagai upaya dilakukan untuk melestarikan wayang dan keroncong. Pada 2003, UNESCO menetapkan wayang sebagai bagian dari Intangible Cultural Heritage (Warisan Budaya Tak Benda) dunia. Salah satu ekspresi keroncong, yaitu musik keroncong Tugu, dinobatkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Pemprov DKI Jakarta tahun 2015. Setahun kemudian, 2016, Keroncong Tugu juga ditetapkan sebagai sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Dalam kontek ini, patut dihargai pentas Keroncong Wayang (Congyang) di Bentara Budaya Jakarta, Jumat, 30 Agustus 2024. Pentas mengambil tajuk “Cupu Manik Astagina” yang diaptasi dari Novel “Anak Bajang Menggiring” Angin karya Romo Sindhunata. Pertunjukan ini digelar oleh Swargaloka dengan menampilkan Orkes Keroncong Pesona Jiwa dan Dedek Gamelan serta sejumlah penari dari Swargaloka School of Dance dan Wulangreh Omah Budaya serta para penampil lain.
Semoga pentas ini bisa menyuntikkan kesegaran di tengah dinamika kontestasi politik di Indonesia. Dari Presiden AS John F Kennedy (1917-1963), kita berharap, seni bisa meluruskan dan membersihkan praktik politik yang kerap kotor dan bengkok. Setidaknya ekspresi seni berpotensi untuk menawarkan keindahan yang menggembirakan.
Terima kasih kepada semua pihak yang ambil bagian dan memberikan support sehingga pertunjukan Congyang di Bentara Budaya Jakarta terlaksana dengan baik.
Palmerah, 27 Agustus 2024
Ilham Khoiri
General Manager Bentara Budaya & Communication Management,
Corporate Communication Kompas Gramedia