Tradisi seni lukis dari Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, Bali, memiliki sejarah panjang. Komunitas ini mulai populer pada tahun 1930-an, ketika antropolog Amerika Serikat, Margaret Mead (1901-1978) dan antropolog Inggris Gregory Bateson (1904-1980) menemukan anak-anak di desa itu pintar menggambar cerita rakyat. Melalui pasang surut, tradisi ini masih berlanjut hingga kini.
Lukisan Batuan memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan lukisan dari daerah-daerah lain di Bali. Tema lukisan lazim mengangkat kisah tradisi yang dituturkan turun-temurun dari generasi ke generasi di daerah itu. Ada kisah Mahabharata, Ramayana, Rajapala, Tantri, atau Calonarang.
Kekhasan lain, lukisan di situ digarap dengan teknik agak rumit dan bertahap. Tahapan itu mencakup mulai dari nyeket (sketsa awal), nyawi (sketsa lebih jelas), nyigar (memperkuat warna hitam dan putih), membuat motif, dan ngasir (pengaturan harmoni gambar). Ada juga proses ngucak (membuat efek jauh-dekat dan terang-gelap), menyunin (memberi kesan berisi), sampai pewarnaan obyek-obyek yang hendak ditonjolkan. Semua dikerjakan dengan penuh ketekunan.
Teknik ini menghasilkan jenis lukisan bergaya dekoratif yang detail, bahkan bisa merinci pernak-pernik obyek sampai kecil. Latar (background) yang sering diwarnai blok hitam pekat memberi kesan meruang atau berdimensi: obyek di bagian depan tampak menonjol ke depan, sementara bagian belakang tampak mundur ke belakang. Penggambaran yang repetitif (mengulang), seperti gambar laut, daun, atau awan, mencitrakan pola batik di banyak daerah di Nusantara.
Dengan mengangkat cerita rakyat dan penggarapan khas semacam itu, lukisan Batuan menawarkan daya tarik tersendiri. Karya-karya dari daerah ini pun memikat banyak kalangan, terutama para turis mancanegara yang berkunjung ke Bali.
Namun, seiring berjalan waktu, lukisan Batuan juga mengalami masa-masa surut. Suatu ketika, warisan tradisi ini sempat dikhawatirkan hampir hilang. Wacana dan pasar di Indonesia lebih didominasi oleh ekspresi seni rupa modern. Lukisan yang dikerjakan dengan teknik Batuan seakan mandek di tempat, bahkan surut.
Untunglah, muncul berbagai usaha dari para pecinta seni budaya untuk mempertahankan tradisi Batuan. Salah satunya, pada tahun 2012, terbentuk komunitas Baturulangun Batuan yang menghimpun para seniman tradisional yang tersisa dan menyemangati mereka untuk terus bertahan dan melanjutkan kekayaan seni rakyat Bali ini. Mereka berusaha mengenalkan tradisi tersebut kepada generasi muda.
Seni lukis Batuan pun bertahan, bahkan mendapat tambahan energi dari generasi baru. Generasi ini berangkat dari gaya tradisional Batuan, sambil membuka diri untuk menjajal hal-hal segar. Masa lalu dan masa sekarang pun bertemu dalam wajah seni lukis Batuan ala kekinian.
Semangat revitalisasi lukisan Batuan mendorong Bentara Budaya Bali, Perkumpulan Pelukis Baturulangun Batuan, dan Taman Budaya Provinsi Bali bekerja sama untuk menggelar pameran "Kawitan Masa Depan". Sebanyak 40 seniman cilik yang ambil bagian dalam perhelatan ini dengan menampilkan lukisan bergaya Batuan dengan nafas kekinian. Dikurasi oleh Warih Wisatsana, pameran ini digelar di Gedung Kriya, Taman Budaya Provinsi Bali, 25 Agustus hingga 2 September 2024.
Karya para pelukis cilik itu menampakkan jejak gaya Batuan klasik dengan karakter khas. Saat bersamaan, mereka juga memasukkan anasir segar sesuai zamannya sehingga lukisannya relevan dengan masa sekarang. Secara tematik, karya-karya mereka mengulik kehidupan Bali yang masih berpijak pada nilai-nilai keluhuran, kepahlawanan, kebenaran, dan kasih sayang.
Selamat untuk para seniman cilik yang berpameran. Semoga momen ini mendorong generasi baru itu menjadi semakin bersemangat, kreatif, dan terus mengembangkan seni rupa Bali. Terima kasih kepada Mas Warih, yang telah menangani kurasi. Penghargaan atas dukungan dari Taman Budaya Provinsi Bali.
Apresiasi untuk tim Bentara Budaya Bali yang mengawal program ini hingga terlaksana baik. Matur suksma untuk semua pihak yang membantu penyelanggaraan pergelaran ini.
Palmerah, 24 Agustus 2024
Ilham Khoiri
General Manager Bentara Budaya & Communication Management,
Corporate Communication Kompas Gramedia